Sunday, September 28, 2014

Sepatu

Sebuah cerita.
Sederet paragraf bisu untuk kisah sebentarku. Sebentuk pikiran untuk ku ceritakan disini karena tidak mungkin dia mengerti, tidak mungkin dia tahu. Mengagumi dari jauh.

"Aku serigala. Aku liar dan bebas.
Cakarku mantap, menapak diatas tanah hangat dibawahku. Rerumputan menari menggelitik kaki-kakiku, mendukung eksistensiku di bumi ini. Ketika langit senja mencium horizon bumi, ketika seharusnya kaumku bersiap mencari makannya, ketika seharusnya aku menyiapkan cakarku untuk seekor buruan, disinilah aku berdiri; paling tinggi diantara bukit-bukit bunga daisy, paling dekat dengan langit. Aku menunggu. Dan aku terus menunggu.
Seratus enam puluh tiga tarikan napas selanjutnya, datanglah ia, sesosok indah putih bersinar terang tenangkan hatiku. Aku mendamba sang bulan yang setia ikuti aku dalam malam-malamku. Kadang ia turun menjejakkan kakinya atas bumi yang juga kupijak, memberi harapan dalam hatiku. Kadang ia terhalang awan gelap, samarkan terangnya. Aku melolong merindunya. RInduku padamu, wahai bulan.
Dua dunia. Dua eksistensi. Dua keistimewaan. Tapi hanya dia yang kutunggu tiap malam, hanya dia yang bisa memutar balikkan logika dan hasratku.
Aku menginginkannya."



Cerita gue ini datang di otak gue ketika banyak cerita dari temen-temen gue yang kisahnya layak dapet tempat di FTV atau mini drama.

"Kita sadar ingin bersama, tapi tak bisa apa-apa"
"Gue cukup mengagumi dia dari jauh"
"Yang aku tahu aku cinta dia. Gimana nanti ya entar ajalah...."
"Gue cinta dia tanpa mandang dia dari keluarga mana dan gender apa dia."

I live in this dramatical place called earth. Kadang gue sebagai kaum hawa pengen nangis kalo denger cerita yang nyakitin hati gue kayak begitu, walau itu bukan kisah gue.
Gue pun mungkin bisa mencintai seseorang sampai-sampai gue bisa tinggalkan semua alasan eksistensi gue demi dia. Tapi kalau orang itu ternyata nggak bisa melakukan hal yang sebaliknya buat gue, untuk apa gue pertahankan cinta gue ke dia?
Sakit? Ya sakit. Sakitnya kalau ternyata mengagumi dari jauh itu ternyata percuma--cuma menghabiskan energi dan airmata.

"Cinta memang banyak bentuknya, tapi tak semua bisa bersatu"
--Tulus (Sepatu)

Thursday, September 25, 2014

Different Path

Hari ini gue dibuat berpikir sama temen kantor. Bukannya gue nggak pernah mikir... ini otak mau diapain kalo nggak dipake mikir? -_-"
Siang ini saat ruangan gue lagi agak sepi, gue iseng main ke ruangan temen dan ngobrol-ngobrol sebentar. Trust me, we can't do this when my boss is around. Kita ngomongin temen gue ini yang baru dapet kerjaan baru dan mau resign bulan November. Dia berpendapat kalo tempat kerjanya nanti gajinya lebih besar, tempatnya lebih deket dari kos-an (cuma 10 menit jalan kaki), dan tantangan baru karena job desk nya sama sekali beda sama kerjaannya dia yang sekarang.

"Masalahnya Deb, gue lebih nyaman di sini. Gue suka kerjaan gue. Kerjaan gue tuh asik. Apalagi temen-temen disini juga baik sama gue."

Asik?
Disini gue bertanya-tanya dimana asiknya? Sepanjang hari yang gue lihat dia mondar-mandir lantai satu sampe lantai tiga cuma buat ngecek persediaan barang, penjualan barang, dan gak jarang dia kena omel boss gara-gara sesuatu yang bukan salahnya. Gue yang nonton dia kerja aja capek, gimana dia yang ngejalanin?
Dalam hidup gue, nggak akan pernah terlintas untuk punya profesi kayak dia. Berhitung, menjual, negosiasi, ketelitian, lembur..... it's not my thing. Yang gue mau adalah gue bisa berekspresi semau gue... dan kebanyakan profesi yang berkaitan dengan otak kanan cocok sama gue.

"Kerjaan kamu dimana asiknya sih? Aku aja puyeng liatin kamu kerja..." Gue nyablak.
"Lho asik tauuu. Justru aku yang pusing liatin kamu kerja. Bikin box ini itu... gunting-gunting...motong-motong..desain ini desain itu..." jawabnya ngebela diri.
"Kerjaan aku nggak mikir, kerjaan kamu mikir. Hahaha..."
"Bisa-bisanya kamu bikin macem-macem itu tanpa mikir!" terus dia ketawa.

Bagi dia kerjaan gue itu super nggak banget. Bagi gue kerjaan dia itu.... ya perlu banget gue bahas lagi?

Tapi sebenarnya yang bikin gue mikir adalah kata-kata dia yang sebelumnya: Karena gue nyaman.
Kenyamanan kayaknya kunci dari segala hal bagi gue. Percuma lo kerja di tempat yang wow bagi orang lain, tapi lo nggak menikmati semenit pun waktu lo disana. Gue pernah sekali waktu liat post temen di Path: Rejeki nggak hanya datang dari besarnya gaji aja, tapi juga lokasi kantor, temen-temen kantor, nyamannya kantor, dan banyaknya makanan di sana. Seorang temen gue yang juga lulusan desain grafis akhirnya sekarang kerja jadi marketing promotion. Lho sayang banget ilmu desainnya? Ternyata dia lebih enjoy sama kerjaannya yang sekarang. Sesimpel itu.

Seorang cowok tulen nggak bisa dipaksa untuk pakai rok tutu polkadot pink. Ya, kita bisa paksa dia pakai rok itu tapi apa dia bakal pake itu selama 2 minggu? Sebulan? Setahun? Lo bisa paksa dia, tapi itu bukan nature nya. Bukan minatnya. Bukan kesukaannya. Otot-otot kekar di kakinya pasti nggak nyaman dibalik rok tutu pink. Nggak nyaman. Ngeri ya ngebayanginnya?


Sesimpel itu.

Sunday, September 21, 2014

Facts About Me


Beberapa hari lalu rupanya di Instagram lagi heboh-hebohnya 20 Facts About Me Challenge. Mungkin Ice bucket challenge udah memudar, kini orang-orang kayaknya butuh sesuatu yang seru buat sekedar ngisi waktu. Jadi ini sebenernya cuma copy paste dari apa yang gue tulis di Instagram, tapi gue bakal tambahin 10 facts lagi. Here we go:


I just got tagged by @renithia_ and.. oh god seriously, should I really do this? -_- haha kidding

Here's 20 facts about me :

1. BLUNT. I need a filter for every words I say. Gue blak2an.
2. SIMPLE. Gak suka repot.
3. I like yaoi. Yep. I'm a total fujoshi.
4. I like to watch people, alone, in the mall. Then go home.
5. I love my eyes.
6. I can't stand horror.
7. I drink milk tea every day. Everyday.
8. I never ride bajaj. Or kancil.
9. I wish I was a man. 
10. I like to bully people, nicely. In positive way. HAHA >_<
11. I always think music runs in my veins.
12. I HATE RATS. AND HAMSTER. OR RATS.
13. I love rain. 
14. ICE CREAM saves your life when I get mad at you.
15. I adore man who can cook and sing. And smart. Don't forget the brain.
16. I hate my legs. Seriously, they look like chicken wings to me.
17. I have a dream: be an owner of a cozy and comfortable cafe.
18. I have 1300 comics.
19. I don't have bf. At least now.
20. I'm not look like it, but I actually love to write stuffs I don't speak out.
21. I don't like roses. But a dozen of white roses will do nicely. My favorite flower is peony

Peony Bouquet

22. I love japanese food.
23. I wasted my money mostly for body care and treatment. You'll find me hanging around Body Shop or Crabtree and Evelyn every months after my payday. Instead, I don't like to shop for shoes, bags, and clothes... hahaha 
24. I prefer animation movie than romance.
25. I still love disney princess and cartoon.

Saturday, September 20, 2014

Cinta dan Saya

Lima..

Tujuh..

Delapan...

Sembilan tahun.
Atau mungkin lima belas. Mungkin lebih. Waktu yang gue butuhkan untuk belajar tentang sesuatu yang gila bernama cinta. Mostly gue baru sadar ketika gue udah di dasar, sehabis jatuh habis-habisan, terluka, dan berlagak sok kuat.



Cinta dan keluarga.
Nggak akan pernah cukup untuk gue belajar mencintai keluarga gue dan segala kekurangan kelebihannya. Yang gue tahu, selamanya gue gak akan bisa mengganti keluarga gue---suka atau nggak. Udah nggak terhitung lagi berapa banyak drama yang terjadi di rumah ini, tapi kami selalu berakhir dengan tawa. Kesederhanaan bisa menyenangkan. Disaat tahun baru diwarnai dengan hiruk pikuk keramaian kami bisa berkumpul bersama walau cuma sekedar makan makanan cepat saji (karena cuma restoran itu yang buka 24 jam). Cinta gue ke keluarga mungkin kayak obat. Gue benci minum obat, tapi gue tahu itu mendatangkan kebaikan buat gue. Tapi obat pun banyak rasanya. Jadi---meski kedengaran gila---gue suka-suka aja tuh makan obat.

Cinta dan Kekasih.
Tanya gue tentang ini lima tahun lalu. Jawaban gue bakal 180 derajat beda. Dulu gue nggak akan masalah, anyone will do. Tapi sekarang ini gue bergidik geli.
Wajah.
Penampilan.
Kata-kata.
Janji-janji.
Gue rasa itu cuma bedak dan maskara bagi para pria di luar sana. Sama kayak "make up", ulasan bb cream dan eye liner pun bisa menipu dan ngubah sama sekali wajah asli si pemakai. Jadi gimana caranya supaya bisa liat aslinya orang itu? Jujur gue pun nggak tahu, dan mungkin itu sebabnya gue cenderung bangun tembok bagi diri sendiri. Menarik diri sendiri. Nggak peduli sama siapa pun.

Apa yang orang-orang bilang tentang cinta sejati belum pernah gue alami. Gue cuma punya satu teori tentang itu. Gue pun sering memakai "make-up" yang akhirnya menyembunyikan jati diri gue sendiri. Gue bisa senyum tanpa ada alasan untuk tersenyum, gue bisa bersandiwara sehebat-hebatnya tanpa ada seorang pun yang tahu apa yang lagi lari-lari di pikiran gue. Gue menciptakan "make-up" gue sendiri. Mungkin inilah yang jadi semacam tanda bagi gue, disaat seseorang bisa mengerti lekuk mata gue tanpa melihat eye-liner gue, bisa memahami lesung pipi gue tanpa bantuan blusher revlon yang mahal, dan tahu segalanya seakan gue adalah tulang rusuknya..... mungkin... mungkin saat itu gue bakal tahu dia cinta sejati yang dibicarakan orang-orang itu.

Mungkin.

Every Little Step

Kalau sudah besar mau jadi apa?

Pertama kali gue ditanyain begitu pas gw TK entah sama siapa. Kurang ngerti itu maksudnya karena yang nanya itu memang pengin tau atau basa-basi aja. Gue yang waktu itu masih belom ngerti bedanya Sailormoon sama Power Ranger, cuma bengong--celingak celinguk. Gue jawabnya "Komikus" karena gue suka komik. Jawaban itu terus gue pertahanin sampai SD kelas 3. Terus berubah jadi "Pemain Bola" karena gue lagi demen-demennya kartun Kapten Tsubasa, berubah lagi jadi "Detektif" karena lagi heboh-hebohnya Detective Conan, terus berubah-ubah lagi beberapa kali. Kayaknya sifat galau udah mulai berkembang di dalam diri gue sejak gue kecil.

Gue nggak pernah pusingin mau jadi apa nanti. Sampai akhinya gue dihadapkan sama keputusan besar sesaat sebelum lulus SMA.

Kuliah dimana?
Jurusan apa?

Anjir...
Gue aja nggak tau mau ngapain. Beberapa teman mencoba ngasi saran-saran yang sepertinya penting. Masuk sastra Inggris aja, karena katanya gue pinter berbahasa. Serong ke Public Relation aja, karena gue pinter bicara. Akhirnya gue cuma asal daftar aja, kemana-mana jalan sendiri. Singkat cerita pas sadar gue udah di ruang orientasi President University, Cikarang. Majoring in Public Relation.
Selesai? Nggak mungkin lah. Sifat galau gue makin menjadi-jadi seiring umur gue yang mendekati angka 20. Di saat-saat terakhir gue apply pendaftaran major gue, gue minta SPV orientasi gue untuk bantuin gue pindah ke ruangan Visual Communication Design (DKV). Gue cuma seneng gambar. Gue hobi gambar. Menggambar bisa dimasukkan ke salah satu main skill gue. Makanya gue bisa kepikiran untuk masuk jurusan yang terkenal karena ke absud-an nya itu. Rupanya kegalauan gue ini terus gue inget bahkan sampe detik gue mengetik blog ini. Untuk pertama kalinya gue bersyukur sama sifat jelek gue ini.

3 tahun 6 bulan nggak berlalu begitu aja. Gue banyak belajar--nggak hanya dalam bidang design aja, tapi juga dalam kehidupan. Gue belajar untuk nggak terlalu sering menaruh kepercayaan sama sembarang orang walaupun dia kayaknya bisa dipercaya; contohnya dosen.

Melalui 3,5 tahun ini juga gue nemuin passion gue: food. Gue memang suka makan dari kecil dan gue ngerti banget tentang makanan dan minuman. Gue pikir, kenapa nggak gue satuin aja skill dan kesukaan gue ini? Gue akhirnya belajar sedikit-sedikit tentang food and beverages. Gue kerja di salah satu coffee shop demi belajar tentang kopi dan teh. Makin lama makin kuat keinginan gue untuk jadiin ini sebagai hidup gue kelak. Dalam pikiran gue: ini yang gue cari.

Ketika gue dihadapkan pada satu kata laknat yang dibenci hampir 80% mahasiswa di dunia, yaitu skripsi, gue justru excited. Gue tuangkan passion, kesukaan, skill, dan segala kemampuan gue buat skripsi gue ini. Gue dengan senang hati ngerjain skripsi ini. Saking detailnya bahan skripsi gue, dosen penguji udah nggak nanya yang macem-macem lagi dan puji Tuhan gue bisa dapet nilai yang bikin gue lompat-lompat girang.

Kalo ada lagi orang yang nanya sama gue: Kalau sudah besar mau jadi apa?
Gue bakal senyum aja. Who knows? Gue nggak pernah kepikiran untuk menggeluti bidang food and beverage, bahkan bela-belain kerja di berbagai tempat cuma untuk mencuri ilmu.
Gue bakal jadi sebaik-baiknya gue dan gue pasti senang.